The Most Gentle Thing That I've Ever Found

Ini cerita khas remaja dan cerita ini memorable banget buat aku. Aku yang seorang siswi SMA sedang senang-senangnya menikmati masa-masa indah ini.
”Masa SMA, masa yang paling indah”.
Tanggal 16 Agustus 2011, buka puasa bersama SIPITOENG (Sebelas Ipa Tujuh Love Bu Endang) akhirnya diadakan juga di rumah Havan Prasido yang notabene emang anak paling beruang di kelas. Rumahnya Havan itu di Jalan Godean, km 4. Rumahnya cukup gampang untuk digali kok. Pokoknya, ada supermarket Giant ke Barat, ada perempatan ambil kiri, terus, ada bunderan ke kanan, ada jembatan terus aja, ada plang kereta api lewatnya hati-hati, terus aja sambil meniti aliran Sungai Mahakam, sampai ke Gunung Jaya ambil jalan memutar aja karena tebing terlalu curam, sampai di pasar buah mampir dulu buat beli oleh-oleh, dan, dan, finally, wrong way. ~Plis deh, enggak banget.

Oke, rumahnya Pape alias Havan itu cuma beberapa meter dari perempatan deket supermarket Giant. Titik.

Ini kali kedua aku datang ke rumahnya Pape. Yang pertama, aku datang pas acara BBQ. Aku sama Winda berjuang membuat BBQ dikelilingi cowok-cowok Sipitoeng. Kita berdua yang cantik jelita ini, akhirnya tidak dapat dibedakan lagi dari para tentara yang lagi latihan perang (baca: di pipinya masing-masing ada tiga goresan hitam, dari arang. Secara, kita lagi BBQan di depan anglo). Untungnya hal ini tidak berlangsung lama. Adam yang ternyata memiliki bakat terpendam (sebagai abang-abang tukang sate), langsung menyabet kipas dan menyelamatkan kami dari cengkeraman raksasa jahat. Melihat atraksi dari Adam, Papit -teman karib Adam- enggak mau kalah. Dengan niat untuk merebut gelar Master Chef era millenium, Papit mulai melukiskan mentega di atas sebilah daging. Yes!
”Winda, kita tinggal makan aja”, batinku dalam hati. Hahaha.

Kali kedua aku ke rumah Pape, ya pas acara buka bersama ini. Tak disangka, tak dinyanya, ternyata menu buka puasa hari ini adalah BBQ! Aku enggak bisa ngebayangin, aku buka puasa tanpa nasi. ~Ooh.

Acara buka bersama berlangsung sederhana. Kami mulai berdatangan satu persatu. Semakin banyak yang datang, hitungan menit menuju waktu berbuka puasa wilayah setempat sedikit demi sedikit berkurang. And finally, adzan Maghrib pun berkumandang.

Akhirnya, setelah sehari sesiang menahan lapar dan dahaga, kami dapat menyuplai kembali bahan bakar untuk mensupport metabolisme di dalam tubuh. But, kalau mau makan BBQ, kita harus sabar dulu nungguin dagingnya matang. Nah! Pas aku lagi di depan anglo, nungguin daging matang, yang lagi megang pemanggangan membalik posisi pemanggangnya biar dagingnya enggak gosong sebelah. Tapi, entah saking semangatnya atau saking laparnya, bumbu BBQ tiba-tiba melayang. Salah satu tetesan bumbu BBQ tadi mengenai tanganku. Aku kontan kaget soalnya panas. Jadi, ya mau enggak mau aku bilang "aduh!".

Waktu bilang “aduh!”, aku belum tau tanganku kena apaan. Nah, terus aku ngecek. Ternyata, ada bumbu BBQnya. Tiba-tiba,

ini yg paling ditunggu-tunggu.

Tet tereeeeeet, toretore ret tereeeeeeeeet.

Someone standing beside me do a little thing. Dia menghapus bumbu yang ada di tanganku pakai sikunya. Dia rela jaketnya kotor kena bumbu BBQ.

Oh oh oh, buat gue it is the most gentle thing that i've ever found.

Melting. (pengen pake emote, tapi enggak ada yang bisa mewakili ekspresi melting secara seksama dan dalam tempo yg sesingkat-singkatnya. Hehe)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

One Day Before My First Tentamen

Sweetest-2-months part2: Homesick, JJS naik mobil Bu Lurah, dan Bonding Nite Diketawain Abida

99 Naga di Langit Eropa